ANALISIS HUKUM KASUS PERCERAIAN DI BALI
Penulis sebagai Pengacara berpengalaman menangani kasus Perceraian di Bali akan memberikan edukasi hukum kepada pembaca terkait pengalaman penulis dalam menangani kasus Perceraian di Bali.
Sebagai contoh kasus Perceraian di Bali yang ditangani Penulis, terdapat kasus dimana antara pasangan suami istri yang hidup berdua dalam satu rumah, namun setiap terjadi pertengakaran, tidak ada saksi yang mengetahui peristiwa pertengkaran tersebut, yang dikarenakan mereka tidak pernah menceritakan kehidupan rumah tangga mereka kepada orang lain maupun juga tidak begitu terbuka dengan Keluarga besar mereka.
Para Keluarga besar Penggugat dan Tergugat hanya mengetahui mereka hidup terpisah bertahun-tahun, tanpa keluarga besar itu mengetahui, apa sebenarnya alasan mereka memilih hidup terpisah tanpa berkomunikasi satu dengan yang lainnya.
Hal ini menarik bagi Penulis sebagai Pengacara berpengalaman menangani kasus Perceraian di Bali, untuk sedikit memberikan gambaran hukum atas peristiwa kasus perceraian diatas dengan beberapa analisa hukumnya.
Bilamana pasangan suami istri sudah pisah ranjang bertahun-tahun, sehingga antara pasangan suami istri tersebut dapat dikatakan sudah tidak saling memperdulikan satu dengan yang lain nya, maka sebenarnya menurut Penulis, sudah terbukti antara pasangan suami istri (Penggugat dan Tergugat) tersebut telah terjadi pertengkaran terus menerus.
Hal ini disebabkan, dengan adanya pisah ranjang dapat indikasikan bahwa telah terjadi sesuatu antara pasangan suami istri (Penggugat dan Tergugat) tersebut yang menyebabkan mereka tinggal terpisah.
Adanya pertengkaran terus menerus mengindikasikan bahwa antara pasangan suami istri (Penggugat dan Tergugat) sudah sulit untuk rukun lagi dan sulit untuk dipersatukan lagi maka perceraian secara hukum dapat dilakukan.
Tujuan perceraian secara hukum sebenarnya agar pasangan suami istri (Penggugat dan Tergugat) dengan adanya perpisahana maka mereka dapat membina hidupnya lebih baik lagi di masa yang akan datang.
Adanya pertengkaran terus menerus antara Penggugat dan Tergugat, telah sesuai dengan alasan perceraian yang tertuang dalam Pasal 19 huruf f PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Dan bilamana terjadi pisah ranjang maka sebagaimana dijelaskan diatas maka telah pula memenuhi unsur dalam Putusan MA RI No. 1354K/Pdt/2001 tanggal 18 September 2003, maka dapat diindikasikan bahwa antara pasangan suami istri (Penggugat dan Tergugat) sudah tidak dapat lagi mempertahankan rumah tangganya sehingga antara pasangan suami istri (Penggugat dan Tergugat) sudah tidak ada ikatan bathin lagi sehingga perkawinan sudah tidah utuh sebagaimana amanat Pasal 1 UU RI No. 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana disebutkan bahwa:
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Bilamana perceraian antara pasangan suami istri (Penggugat dan Tergugat) telah di ketok palu oleh Hakim (telah dikabulkan perceraiannya) maka selanjutnya Penggugat dan Tergugat melaporkan perceraian tersebut paling lambat 60 Hari kepada instansi Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota yang berwenang, sebagaimana amanat dari Pasal 40 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan yang menyebutkan "perceraian wajib dilaporkan oleh yang bersangkutan kepada Instansi Pelaksana paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap"