PERCERAIAN, HARTA BERSAMA (GONO-GINI) DAN HAK ASUH ANAK DI BALI
I Putu Agus Putra Sumardana & Partner’s yang seorang pengacara berpengalaman di Bali dalam hal pengurusan: perceraian, hak asuh anak, harta bersama (gono-gini) dan perkara dalam lingkup rumah tangga lainnya, akan berbagi pengetahuan dasar mengenai hukum perceraian, hak asuh anak, harta bersama (gono-gini) itu sendiri.
Penyebab terjadinya percerain di Bali
Berdasarkan pengalaman penulis I Putu Agus Putra Sumardana & Partner’s, banyak hal yang menjadi penyebab terjadinya perceraian di Bali diantaranya:
1. Karena alasan ekonomi.
Hampir 80% perkara perceraian di Bali yang ditangani oleh I Putu Agus Putra Sumardana & Partner’s karena disebabkan permasalahan ekonomi diantaranya:
- suami yang tidak menafkahi istri
- istri yang harus bekerja membanting tulang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sebab suami tidak bekerja
- pihak istri yang tuntutan ekonominya terlalu tinggi sehingga membuat si suami menjadi tidak sanggup memenuhinya
- suami atau istri yang bersifat boros dalam keuangan
2. Perbedaan prinsip dan visi misi dalam mengarungi rumah tangga yang terus memicu pertengkaran;
3. Karena adanya orang ketiga (PIL atau WIL), dimana salah satu pasangan tidak bisa menerima dan memaafkan pasangannya yang berselingkuh;
4. Adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), adanya pemukulan/tamparan yang menyebabkan wajah atau bagian tubuh menjadi lebam, luka dan sebagainya Karena tidak memiliki keturunan.
5. Setelah bertahun-tahun menikah tidak kunjung memperoleh keturunan;
6. Karena suami suka mabuk-mabukan, suka berjudi dan sebagainya;
7. Ketidakcocokan dengan mertua, ipar dan orang rumah yang membuat suasana berumah tangga menjadi tidak nyaman;
8. Suami atau istri yang tidak menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri.
Poin-poin diatas bila diperkuat dengan adanya pisah ranjang/pisah rumah tinggal, antara suami atau istri, dimana pertengkaran dan perselisihan antar pasangan suami istri tersebut tidak dapat didamaikan lagi oleh keluarga besar mereka.
Maka gugatan perceraian terhadapnya akan dikabulkan oleh Majelis Hakim, bilamana dikutip dari Putusan Mahkamah Agung RI (MARI) No. 1354 K/Pdt/2000 Tanggal 8 September 2003, berbunyi : "Suami isteri yang telah pisah tempat tinggal selama 4 (empat) tahun dan tidak saling memperdulikan sudah merupakan fakta adanya perselisihan dan pertengkaran sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga dapat dijadikan alasan untuk mengabulkan gugatan perceraian"
Masalah pembagian harta gono gini
Dalam setiap perkawinan biasanya menurut pengalaman penulis I Putu Agus Putra Sumardana & Partner’s, terdapat 3 (tiga) jenis harta yang ada dalam perkawinan di Bali yaitu :
- Harta perkawinan (harta bersama)
- Harta bawaan suami/istri
- Harta Warisan
Sehingga dalam mengajukan gugatan gono gini, selayaknya harus memastikan harta yang dimiliki pasangan suami istri itu apakah tergolong Harta perkawinan (harta bersama), Harta bawaan suami/istri atau Harta Warisan, untuk menghindarkan gugatan gono gini tersebut ditolak/tidak dapat diterima oleh Hakim pengadilan.
Sebagaimana diatur dalam Putusan Mahkamah Agung RI (MARI) No. 90 K/AG/2003 tanggal 10 Nopember 2004 yang berbunyi : "Harta bersama harus dirinci antara harta yang diperoleh selama perkawinan dan harta milik pribadi (harta bawaan, hadiah, hibah, warisan)". "Obyek sengketa yang tidak dapat dibuktikan harus dinyatakan ditolak, sedangkan obyek sengketa yang obscuur libel harus dinyatakan tidak dapat diterima".
Hak asuh anak dala perceraian
Terkait permasalahan hak asuh anak di Bali, berdasarkan pengalaman penulis I Putu Agus Putra Sumardana & Partner’s, sering sekali menimbulkan polemik yang berkepanjangan, bahkan sekalipun ada putusan pengadilan terhadap hak asuh anak tersebut, namun pertengkaran mantan pasangan suami istri dalam merebutkan anak-anak kandung mereka ikut tinggal dengan siapa, terus saja terjadi.
Bahkan tidak jarang sampai harus melibatkan pihak kepolisian sebab ada suami atau istri yang dilarang mantan pasangannya untuk bertemu dengan sang anak kandungnya.
Sebagaimana diketahui dalam Pasal 45 UU Perkawinan disebutkan bahwa :
- Pasal 45 Ayat (1) Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.
- Pasal 45 Ayat (2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.
Dalam rumusan ayat (2) bahwa kasih sayang orang tua (baik ayah & ibunya) tidak boleh putus oleh sebab apapun, sehingga orang tua baik suami atau istri sekalipun telah sah cerai tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya.
Dalam Pasal 41 UU Perkawinan disebutkan "Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya".
Namun bila diliat Putusan Mahkamah Agung RI (MARI) No. 126 K/Pdt/2001 tanggal 28 Agustus 2003 berbunyi : "Bila terjadi perceraian, anak yang masih di bawah umur pemeliharaannya seyogiyanya diserahkan kepada orang terdekat dan akrab dengan si anak yaitu Ibu"