ANALISIS HUKUM TENTANG SAH TIDAKNYA PERKAWINAN, PERCERAIAN DAN ANAK LUAR KAWIN OLEH PENGACARA PERCERAIAN DI BALI
Menanggapi pertanyaan masyarakat tentang sah atau tidaknya perkawinan yang dilakukan, tentang anak di luar kawin yang tercatat dan hukum tentang perceraian, maka I Putu Agus Putra Sumardana & Partner’s yang seorang pengacara berpengalaman dalam pengurusan perceraian dan perkara dalam lingkup rumah tangga lainnya, akan berbagi pengetahuan dasar mengenai hukum perkawinan dan perceraian itu sendiri.
Yang dimaksud Perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Dimana sahnya perkawinan menurut Pasal 2 UU Perkawinan adalah:
- bila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya masing-masing;
- dan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku (dalam hal ini peraturan UU yang dimaksud adalah UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan).
Menurut penulis I Putu Agus Putra Sumardana & Partner’s, analisis terhadap pasal 2 UU Perkawinan tersebut adalah perkawinan antara suami dan istri adalah sah apabila dilakukan menurut hukum agama dan dicatatkan.
Dimana lembaga yang berwenang untuk mencatatkan perkawinan menurut Pasal 2 PP No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, adalah Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil/Kantor Disdukcapil untuk pasangan suami istri yang beragama islam dan Kantor Urusan Agama (KUA) untuk pasangan yang beragama non islam.
Perkawinan sendiri bilamana mengacu pada Pasal 3 UU Administrasi Kependudukan adalah wajib dilaporkan dan dicatatkan di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil/Kantor Disdukcapil untuk pasangan suami istri yang beragama islam dan Kantor Urusan Agama (KUA) untuk pasangan yang beragama non islam.
Konsekuensi hukum terhadap perkawinan yang tidak tercatat menurut I Putu Agus Putra Sumardana & Partner’s, adalah perkawinan tersebut dianggap tidak pernah ada oleh hukum Indonesia. Sehingga anak yang lahir di luar perkawinan yang sah menurut hukum (dari hasil perkawinan yang belum tercatat), anak tersebut berstatus sebagai anak luar kawin.
Baca Juga: Jasa Perijinan di Bali
Dimana menurut Pasal 43 UU Perkawinan, anak luar kawin hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibunya. Akibat hukum lainnya adalah Akta Kelahiran dari anak luar kawin hanya akan mencatat nama ibu saja sebagai orang tua sah tanpa nama ayah kandungnya. Dengan demikian anak luar kawin hanya akan dapat mewaris dari pihak ibunya saja sesuai dengan yang ditentukan oleh UU.
Sementara itu, Perceraian sendiri adalah putusnya hubungan perkawinan antara suami istri yang sah melalui sebuah Putusan Pengadilan dalam wujud gugatan perceraian di Pengadilan.
Dalam praktiknya menurut I Putu Agus Putra Sumardana & Partner’s, pasangan suami istri yang belum mencatatkan perkawinan nya di Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) setempat, maka yang bersangkutan tidak memiliki Akta Perkawinan, sehingga Hakim Pengadilan akan menolak gugatan perceraian yang diajukan.
Tanpa adanya putusan pengadilan terhadap perceraian tersebut maka perceraian yang dilakukan oleh pasangan suami istri diluar pengadilan, tidak akan sah dan tidak akan diakui oleh hukum dan Negara. Perceraian sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat (1) PP No. 9 tahun 1975 adalah sebuah gugatan perceraian yang dapat diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnnya meliputi tempat kediaman tergugat.