Hak Asuh Anak di Bali dari Tinjauan Hukum Nasional, Hukum Adat Bali dan Hukum yang Berlaku di Bali
Penulis sebagai Pengacara di Bali yang berpengalaman dalam pengurusan perceraian dan permohonan hak asuh anak di bali, akan berbagi pengalaman penanganan kasus perceraian di Bali, dimana Tergugat seorang suami yang berkedudukan sebagai Purusa sedangkan si Istri sebagai Penggugat berkedudukan sebagai Predana.
Penggugat (istri) mengajukan gugatan cerai yang disertai permohonan hak asuh anak dan uang nafkah anak, akan coba penulis Pengacara di Bali mengkaji dari sudut Hukum Adat Bali (Hukum Hindu) melalui Peraturan lokal Bali.
Idealnya tanggung jawab terhadap anak adalah tanggung jawab kedua orang tuanya sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak berbunyi:
Orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:
- Mengasuh, memelihara, mendidik dan melindungi anak;
- Menumbuhkembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat dan minatnya;
- Mencegah terjadinya perkawinan pada usia anak;
- Memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada anak.
Dalam hal orang tua tidak ada, atau tidak diketahui keberadaannya, atau karena suatu sebab tidak dapat melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya, kewajiban dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat beralih kepada Keluarga, yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban atas nafkah anak diatur dalam Pasal 41 huruf a UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan "baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, pengadilan memberikan keputusannya".
Dalam poin b disebutkan "Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa Ibu ikut memikul biaya tersebut".
Mengacu kepada Peraturan lokal yang berlaku di Bali yaitu Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman (MUDP) Provinsi Bali No. 01/KEP/PSM-3/MDPBALI/X/2010 menyebutkan : "setelah perceraian, anak yang dilahirkan dapat diasuh oleh Ibunya tanpa memutuskan hubungan hukum dan hubungan pasidikaran anak tersebut dengan keluarga purusa dan oleh karena itu anak tersebut mendapat jaminan hidup dari pihak Purusa".
Hal ini mengandung arti bahwa seorang Ibu dapat memperoleh hak asuh anaknya dan seorang ayah sebagai Purusa sekalipun tidak mendapat hak asuh anaknya, dapat juga diberikan kewajiban hukum untuk menanggung nafkah anak-anaknya sesuai dengan kebutuhan anak-anaknya.
Hak asuh anak di Bali seyogyanya juga harus mempertimbangkan hukum adat Bali, mengingat anak di bali kedepannya setelah dewasa terikat akan kewajiban adat sebagaimana diatur dalam Awig-awig dan Pararem Desa adat nya, serta adanya hak-hak anak dalam mengikuti setiap rangkaian upacara, upakara, serta melakukan aktivitas spiritual keagamaan Hindu bali.