Pengalaman Penanganan Kasus Sengketa Tanah di Bali Oleh Pengacara Di Bali
Penulis yang merupakan Pengacara berpengalaman dalam pengurusan Kasus Sengketa Tanah di Bali akan berbagi pengalaman mengenai materi gugatan sengketa tanah yang pernah ditangani Penulis.
Kronologis perkara secara garis besar yang diangkat dalam tulisan ini yaitu permasalahan gugatan yang muncul karena Penggugat tidak menepati isi dari Perjanjian yang tertuang dalam akta notarial (akta Notaris) perihal jual beli tanah di Bali.
Bahwa kemudian tanpa persetujuan Penggugat, Notaris mengeluarkan akta Pembatalan Jual Beli tanah antara Penggugat dan Penjual tanah (Tergugat).
Akta Pembatalan yang dikeluarkan oleh Notaris inilah yang dipersoalkan oleh Penggugat, mengingat adanya Akta Pembatalan tersebut menimbulkan kerugian materiil dan immaterill bagi Penggugat.
Dengan adanya akta Pembatalan tersebut maka menurut Tergugat, akta Perjanjian Jual beli Tanah dan akta Kuasa Jual yang telah diterbitkan oleh Notaris, tidak mempunyai kekuatan hukum lagi.
Adapun yang dijadikan alasan Tergugat mengeluarkan Akta Pembatalan tersebut adalah karena pembeli tanah (Penggugat) tidak mampu memenuhi isi dari akta perjanjian jual beli tanah antara Penjual tanah (Tergugat) dengan pembeli tanah (Penggugat) serta pembeli tanah (Penggugat) tidak memiliki etikad baik dalam menyelesaikan permasalahan jual beli tanah tersebut dengan Penjual tanah (Tergugat).
Baca juga: Sengketa Jual Beli Tanah di Bali
Penulis berpendapat jika ada pembatalan perjanjian secara sepihak, maka akta Pembatalan perjanjian jual beli tanah tersebut mengandung cacat hukum, sehingga otomatis akta tersebut batal demi hukum, sehingga akta tersebut terdegradasi menjadi akta di bawah tangan, tidak lagi menjadi akta autentik.
Jika akta tersebut dinyatakan akta di bawah tangan, maka akta Pembatalan perjanjian jual beli tanah tersebut memiliki kekuatan pembuktian yang tidak sempurna.
Sebagai perlawanan terhadap gugatan yang diajukan oleh Penggugat, Tergugat melalui kuasa hukumnya dapat mengajukan Eksepsi yang didasarkan pada:
- Gugatan Penggugat Kabur (Exceptio obscuur libel), yaitu gugatan Penggugat harus jelas peristiwa hukumnya, misalnya peristiwa hukum Wanprestasi ataukah Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sehingga gugatan Penggugat tidak dinyatakan tidak jelas atau Kabur oleh Majelis Hakim yang menangani perkara.
- Gugatan tidak memenuhi syarat-syarat formalitas gugatan, maksudnya adalah antara petitum dan Posita dalam gugatan harus saling berkaitan, yaitu segala sesuatu yang disebutkan dalam petitum harus diuraikan dalam posita gugatan.
- Gugatan Penggugat kurang pihak (plurium litis consortium), gugatan Penggugat dapat dinyatakan cacat formil (error in persona) yang disebabkan oleh gugatan Penggugat kurang pihak, sehingga gugatn Penggugat dinyatakan tidak dapat diterima.