Pengacara Sengketa Pertanahan
Dalam hal ini penulis (I Putu Agus Putra Sumardana, SH) yang juga adalah seorang Pengacara mencoba menjelaskan dan memaparkan sekilas tentang pertanahan menurut Hukum Nasional. Pertama-tama kita harus mengetahui dan mengerti pengertian sengketa pertanahan menurut hukum perdata nasional RI yaitu:
Tanah merupakan suatu yang amat penting dalam kehidupan manusia sehingga sangat berpeluang untuk menimbulkan masalah bahkan tidak jarang menimbulkan sengketa. Desa di Bali ada dua yang itu desa keprebekelan/Kelurahan (dinas), sebagai unsur pemerintahan dibawah Kecamatan dan desa pakraman yang dulunya sebelum Perda Provinsi Bali Nomor 03 Tahun 2001 dirubah dengan Perda Nomor 3 Tahun 2003, disebut desa adat.
Tanah druwe desa dalam Hukum pertanahan nasional mendapat pengakuan keberadaannya didalam UUPA (Undang-undang Pokok Agraria) sebagai tanah ulayat atau yang serupa dengan itu bahkan sebagai tanah druwe desa atau druwe Pura (Tanah Pelaba Pura), namun berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963, desa pakraman bukan merupakan badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah. Oleh karenannya status kepemilikan dari tanah druwe desa atau druwe Pura menjadi mengambang.
Berdasarkan perturan Perundanganundangan yang berlaku khususnya kususnya Pasal II Ketentuan-ketentuan Konversi, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960, tanah druwe desa mendapatkan pengakuan dalam hukum pertanahan nasional. Namun menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 Desa Pakraman tidak termnasuk badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah.
Karena desa pakraman tidak merupakan subjek hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, maka desa pakraman tidak dapat mendaftarkan hak miliknya (ke Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota) untuk mendapatkan sertifikat sebagai bukti hak milik atas tanah.
Penyelesaian sengketa adat yang terjadi di kalangan masyarakat adat lazimnya mennggunakan pola penyelesaian negosiasi yaitu Pengacara selaku Kuasa Hukum masing-masing pihak bersengketa ditengahi oleh pihak ketiga (Aparat pemerintah daerah) sebagai mediator yang mengupayakan satu jalan keluar yang dapat diterima oleh Pengacara selaku Kuasa Hukum masing-masing pihak bersengketa.
Pola ini dilakukan manakala pola negosiasi dari para pihak yang bersengketa tidak menghasilkan satu keputusan. Pola ini juga sering dilakukan manakala antara para pihak terjadi satu bentuk tindakan kekerasan baik yang dilakukan oleh kedua belah pihak maupun yang dilakukan secara terpisah. Keterlibatan pihak ketiga (aparat pemerintah) sebagai mediator seringkali tidak menemukan titik terang sehingga disamping melibatkan Pemerintah daerah dan juga Majelis Desa Pakraman baik Majelis Alit, Majelis Madya, adalah sebagai bagian dari tim yang diberikan tugas untuk menanggulangi permasalah sosial di tingkat kabupaten untuk mencegah terjadinya konflik berkepanjangan.
Sengketa yang diselesaikan oleh Pengacara selaku Kuasa Hukum masing-masing pihak bersengketa, adakalanya dapat menuntaskan permasalahan yang ada, namun terkadang bahkan sering terjadi konflik/sengketa yang ada tidak dapat dfiselesaikan secara tuntas melainkan masih memendam kekecewaan atau ketidak puasan dari para pihak yang bersengketa.
Untuk menghindari sengketa pertanahan terutama dalam hal jual beli haruslah dipenuhi syarat formil dan syarat materiil yaitu :
A. Syarat Formil harus ditempuh sesuai dengan prosedur dan syarat yang ditetapkan yaitu dibuat oleh/ dihadapan PPAT sebagai pejabat umum yang ditunjuk dan juga hams dipenuhi pula syarat administrasi lainnya seperti diserahkannya sertifikat asli bagi yang sudah bersertifikat ataupun bukti lain seperti segel dan surat bukti lainnya.
B. Syarat Materiil :
- Penjual adalah orang yang berhak atas tanah yang akan dijualnya
- Pembeli adalah orang yang berhak untuk membeli hak atas tanah yang akan dibelinya.
- Tanah yang akan dijual (boleh diperjual belikan dan tidak dalam keadaan sengketa).
Nomor 1 dan 2 disebut sebagai syarat subjektif dan nomor 3 sebagai syarat objektif. Penyelesaian sengketa/konflik pertanahan ditempuh melalui jalur peradilan umum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum yang disebutkan bahwa kewenangan dari peradilan umum sesuai dengan ketentuan dalam Pasal-Pasal sebagai berikut :
-
Pasal 2 menyatakan bahwa Peradilan Umum adalah salah satu pelaksana kekuatan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya.
-
Pasal 6 Pengadilan terdiri dari :
· Pengadilan Negeri yang merupakan Pengadilan Tingkat Pertama
Pengadilan Tinggi yang merupakan Pengadilan Tingkat Banding
-
Pasal 50, Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perkara perdata di tingkat pertama.
-
Pasal 51 :
Pengadilan tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana dan perkara perdata di tingkat banding.
Pengadilan tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan antar pengadilan negeri di daerah hukumnya.
Dasar hukum Pengacara atau Kuasa Hukum mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan adalah:
-
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 amandemen ke – IV
-
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tetnatng Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
-
Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
-
Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 5 Tahun 1986
-
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
-
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesaian sengketa
-
Undang-undang Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung
-
Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009Tentang KekuasaanKehakiman
-
Undang-Undang No.8 Tahun 2004,Tentang perubahan atas Undang-Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum
-
Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata
-
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
-
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
-
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
-
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
-
Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan nasional di Bidang Pertanahan
-
Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang Badan Pertanahan Nasional
-
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 1 Tahun 1999Tentang Tata Cara Penagnanan Sengkaeta Tanah
-
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1999 Tentang Pelimpahan Kewenangan pemberian dan pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah Negara.
-
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 9Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
-
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan.
-
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 11 Tahun 2016 Tentang Penyelesaian Kasus Pertanahan.
Adapun langkah-langkah dan proses yang dilakukan oleh Pengacara yang menangani kasus perceraian adalah:
-
Pendaftaran gugatan;
-
Menerima surat panggilan sidang;
-
Sidang pertama, apabila kedua belah pihak hadir baik itu Penggugat maupun Tergugat maka Majelis Hakim mewajibkan para pihak untuk Melakukan Mediasi sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2016;
-
Waktu Mediasi sesuai dengan Perma No. 1 Tahun 2016 adalah 30 hari;
-
Setelah Mediasi dinnyatakan Gagal maka dilanjutkan dengan sidang Pembacaan Gugatan Penggugat;
-
Sidang jawaban;
-
Sidang replik
-
Sidang duplik;
-
Sidang bukti surat pihak Penggugat;
-
Sidang bukti pihak Tergugat;
-
sidang saksi dari Penggugat;
-
Sidang saksi dari Tergugat;
-
Sidang kesimpulan;