LAWYER DI BALI: PENANGANAN PERKARA TANAH DI BALI
Sebagai seorang lawyer atau pengacara pertanahan di Bali, tentu ideal nya harus memiliki kemampuan dalam berbahasa asing, mengingat di Bali adalah daerah Pariwisata dan juga Daerah Bisnis bagi para Warga Negara Asing (WNA). Kerap Warga Negara Asing (WNA) di Bali memiliki permasalahan terkait dengan tanah. Dapat diambil contoh kasus yang pernah ditangani Penulis yang notabene adalah Lawyer di Bali terkait soal penguasaan tanah yang mengarah pada perbuatan melawan hukum.
Warga Negara Asing (WNA) di Bali yang menikahi warga Bali (WNI) menjalin bisnis bersama yaitu usaha restaurant, dimana pasanganya yaitu warga Bali (WNI) tersebut sebut saja Mawar, memiliki sebidang tanah. Tanah yang hendak diberikan sebagai jaminan guna untuk meminjam sejumlah uang di seseorang, sebut saja Budi.
Oleh pihak Budi, Mawar diberikan pinjaman uang sejumlah Rp. 350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) diawal perjanjian, dari total keseluruhan sebesar 1 (satu) Milyar rupiah, yang dibayarkan secara bertahap. Namun menurut penuturan Mawar, dirinya saat dikantor Notaris, disodorkan lah oleh Oknum Notaris tersebut berupa Perjanjian Jual Beli Tanah (PPJB) bukan yang seharusnya Perjanjian Hutang Piutang. Dirasakan oleh Mawar dan Pasangannya yang Warga Negara Asing (WNA), saat itu telah terjadi suatu kebohongan dan tipu muslihat oleh Budi. sehingga peristiwa ini oleh Mawar dan Pasangannya yang Warga Negara Asing (WNA) sempat dilaporkan kepada pihak Kepolisian. Kemudian Mawar dan Pasangannya yang Warga Negara Asing (WNA) berkonsultasi dengan tim kuasa hukum (Lawyer), yang mana dilakukan juga upaya hukum gugatan di Pengadilan Negeri setempat.
Bahwa oleh tim kuasa hukum (Lawyer), saat kejadian itu, perbuatan Budi telah dianggap masuk dalam kategori perbuatan melawan hukum (PMH) yaitu telah menguasai hak dan benda milik orang lain dengan cara tipu muslihat yang mengakibatkan Mawar mengalami kerugian materiil dan imateriil. Mawar menuntut pengganti kerugian materi sejumlah 10 (sepuluh) Milyar rupiah serta meminta Hakim Pengadilan untuk menghukum Budi membayar immaterial berupa sejumlah uang atas kerugian waktu, tenaga dan pikiran, dimana kejadian ini membuat Mawar tidak dapat berfikir tenang dan konsentrasi dalam pekerjaan sehingga produktivitas menurun.
Kuasa hukum (Lawyer) Mawar juga dalam gugatannya, meminta kepada Hakim persidangan agar berkenan meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) terlebih dahulu terhadap tanah sengketa tersebut. Serta menyatakan Akta Perjanjian Jual Beli yang dibuat dihadapan oknum Notaris tersebut, tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat karena dibuat dengan tujuan untuk menguasai hak dan benda kekayaan Mawar secara melawan hukum, yang seharusnya oleh oknum Notaris tersebut, dibuatkan Akta Perjanjian Hutang Piutang antara Mawar dan Budi sehingga perjanjian Aquo Batal Demi Hukum.
Atas adanya gugatan Perbuatan Melawan Hukum atas tanah sengketa tersebut, maka tim Kuasa Hukum (Lawyer) juga mengajukan permohonan Pemblokiran Sertifikat Hak Milik (SHM) tanah sengketa, mengingat SHM tanah sengketa dikuasai oleh Budi, yang diperkirakan telah di baliknama oleh Budi ke atasnama pihak lain (pihak ketiga).