Berbagi Pengalaman Penanganan Kasus Pertanahan di Bali (Pengacara di Nusa Penida, Klungkung-Bali)
Berbagi Pengalaman Penanganan Kasus Pertanahan di Bali (Pengacara di Nusa Penida, Klungkung-Bali) I Putu Agus Putra Sumardana, SH & Partner’s mendirikan Layanan Jasa Hukum di Banjar Kaja, Jungut Batu, Desa Lembongan, Nusa Penida, Klungkung Bali, dimana lokasinya hanya 50 meter dari pantai Jungut Batu, Lembongan.
Untuk wilayah Nusa Penida, Klungkung-Bali, I Putu Agus Putra Sumardana, SH beserta beberapa rekan kerja juga akan mendirikan Layanan Jasa Hukum serupa di Desa Ped, Nusa Penida, Klungkung-bali.
Pembukaan cabang layanan hukum di Nusa Penida, Klungkung Bali adalah salah satu upaya I Putu Agus Putra Sumardana, SH & Partner’s untuk bisa memberikan bantuan hukum terhadap banyaknya permasalahan hukum terutamanya kasus pertanahan di Nusa Penida, Klungkung-bali.
Adanya sengketa tanah Negara yang berada di pinggir pantai Nusa Penida, kasus mafia tanah oleh oknum mantan kepala Desa Bunga mekar, Nusa Penida, serta kasus hukum lainnya seperti kasus dugaan korupsi penjualan air tangki PDAM di Nusa Penida.
I Putu Agus Putra Sumardana, SH yang juga sebagai Ketua DPW (Dewan Pimpinan Wilayah) Bali Partai Rakyat Adil & Makmur (Partai PRIMA) prov Bali, akan sedikit berbagi pengalaman sidang di Pengadilan, mengenai agenda sidang yaitu alat bukti surat yang umumnya diajukan dalam sengketa pertanahan di Bali.
Ketika persidangan memasuki tahap pembuktian yaitu Alat Bukti Surat, biasanya para pihak yang berperkara mengajukan antara lain:
- Sertipikat Hak Milik (SHM) baik obyeknya berupa tanah maupun bangunan
- SPPT tanah sengketa;
- Pajak PBB tanah sengketa;
- Peta blok dari tanah sengketa yang tercatat di Badan Pengelolaan Keuangan Dan Aset Daerah Kabupaten/kota;
- Peraturan adat baik berupa Awig-awig dan Pararem Desa Adat;
- Surat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA)
- Foto-foto, denah lokasi dan gambar tanah sengketa;
Terkait dengan kekuatan bukti surat yang diajukan tersebut diatas memiliki kekuatan pembuktian yang berbeda, sebagai contoh bila yang diajukan bukti sertifikat tanah, maka bukti itu dapat dikatakan bukti yang sempurna atas kepemilikan tanah, sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (1) Jo Pasal 1 angka 20 PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang menyatakan bahwa “Sertifikat merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian atas kepemilikan tanah” Namun bila yang diajukan adalah Surat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA), Pipil atau catatan buku Desa maupun SPPT Pajak Tanah maka kekuatan pembuktiannya belum sempurna bila tidak disertai atau didukung dengan bukti-bukti lainnya, sebagaimana yang diatur secara tegas dalam:
- Yurisprudensi MARI No. 202K/Sip/1974 tanggal 18 Maret 1976, menyatakan “Surat Bukti Pembayaran IPEDA atau PBB bukan merupakan bukti pemilikan atas tanah”;
- Yurispudensi MARI Reg. No. 84K/Sip/1973 tanggal 25 Juni 1973, menyatakan: “catatan dari buku desa atau Pipil tidak dapat dipakai sebagai bukti hak milik di persidangan apabila tidak disertai dengan bukti-bukti lainnya”