PENGACARA SPESIALIS PERCERAIAN WARGA NEGARA ASING (WNA) DI BALI
Kami dari kantor Pengacara/Advokat di Bali, I Putu Agus Putra Sumardana, SH & Partner's, yang berdomisi kantor di Jl. Gunung Salak Utara Gang Taman Sari 27 No. A3 Denpasar-Bali, kerap diminta untuk memberikan pelayanan hukum dalam pengurusan perkara perceraian di Pengadilan untuk klien Warga Negara Asing (WNA) yang berdomisili di Bali, baik yang menikah dengan WNI (Warga Negara Indonesia), ataupun perkawinan antar Warga Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara Asing (WNA) yang berdomisili di Bali. Umumnya Warga Negara Asing (WNA) tersebut telah memiliki KITAS (Kartu Ijin Tinggal Terbatas) atau telah memiliki KITAP (Kartu Ijin Tinggal Tetap) di Indonesia.
Hal ini menurut pemahaman hukum yang dikuasai oleh kami I Putu Agus Putra Sumardana, SH & Partner's, bilamana mengacu pada Asas Teritorialitas (Asas Domisili) dalam Hukum Perdata Internasional, dimana diatur pada pokoknya "setiap orang tunduk pada hukum dimana ia berada". Bilamana dikaji dari Pasal 20 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa "gugatan perceraian diajukan oleh suami atau istri atau kuasanya kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediamanTergugat".
Namun yang perlu diperhatikan adalah perkawinan Warga Negara Asing (WNA) haruslah tercatat dan dikeluarkan atau dibuat oleh Pejabat yang berwenang, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu "perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya", dan dalam Pasal 2 ayat (2) disebutkan bahwa "tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku".
Bahwa untuk putusnya perceraian di Pengadilan dapat memperhatikan pada 2 (dua) Yurisprudensi yang dapat diterapkan yaitu Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 534 K/Pdt/1996 tanggal 18 Juni 1996 dan Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1354 K/Pdt/2001 tanggal 18 September 2003. Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 534 K/Pdt/1996 tanggal 18 Juni 1996 mengatur ketentuan "bahwa dalam hal perceraian tidak perlu dilihat siapa yang menyebabkan percekcokan, tetapi yang perlu dilihat adalah perkawinan itu sendiri, apakah perkawinan itu masihdapat dipertahankan atau tidak"
Sedangkan dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1354 K/Pdt/2001 tanggal 18 September 2003, dilihat apakah antara Penggugat dan Tergugat telah terjadi sesuatu yang menyebabkan mereka tinggal secara terpisah. Bahwa kemudian dilihat apakah kehidupan rumah tangga Penggugat dan Tergugat sering terjadi perselisihan dan percekcokan sebagai sebab sumber keretakan (broken married), sehingga menyebabkan secara lahir dan bathin perkawinan antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak bisa disatukan kembali.Yang terpenting dalam gugatan perceraian adalah adanya alasan perceraian yang kuat dan gugatan cerai tidak ada unsur melawan hukum.