HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM MENGAJUKAN GUGATAN SENGKETA PERTANAHAN DI BALI
Penulis I Putu Agus Putra Sumardana,SH & Rekan, berkantor di Jalan Gunung Salak Utara Gang Taman Sari 27 No. A3 Denpasar-Bali, pada kesempatan ini akan berbagi pengetahuan hukum bagi masyarakat yang hendak mengajukan gugatan terkait sengketa pertanahan, lazimnya di Bali, penulis dapat uraikan hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan konsep draft gugatan tersebut.
- Perihal kewenangan Mengadili (Kompetensi Absolut)
Ini menjadi hal terpenting yang harus diperhatikan, misalnya bila kita hendak mengajukan gugatan yang isinya pembatalan Sertipikat tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan (BPN), dimana disinyalir akta jual beli yang menjadi dasar peralihan hak atas tanah tersebut dinilai cacat hukum, maka gugatan diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), oleh karena Pejabat Kantor Pertanahan adalah Pejabat Tata Usaha Negara. Obyek gugatan yang berupa peralihan hak milik di Sertipikat tanah merupakan perbuatan yang kewenangannya ada pada Pejabat Kantor Pertanahan. Hal ini sesuai dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI No. 620K/PDT/1999 tanggal 29 Desember 1999 yang menyatakan "bila yang digugat adalah Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan obyek gugatan menyangkut perbuatan yang menjadi wewenang pejabat tersebut, maka yang berwenang untuk mengadili perkara tersebut adalah peradilan Tata Usaha Negara bukan Pengadilan Negeri". Hal ini dipertegas dengan Pasal 11 Peraturan Mahkamah Agung (MA) No. 2 tahun 2021 tentang Pedoman Penyelesaian Sengketa Tindakan Pemerintah dan Kewenangan Mengadili Perbuatan Melawan Hukum oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintah yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri, Pengdilan Negeri harus menyatakan tidak berwenang mengadili. - Perihal Kadaluwarsa (lewat waktu)
Gugatan mengenai pembatalan Sertipikat tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan (BPN) tidak boleh melewati waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya Sertipikat Tanah, dimana dalam jangka waktu tersebut tidak ada yang keberatan dan mengajukan gugatan ke Pengadilan. Maka sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat 2 PP RI No. 24 Tahun 1997 berbunyi "dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut". Diperjelas dengan Putusan MA No. 329K/Sip/1957 yang berbunyi “Orang yang membiarkan saja tanah menjadi haknya selama 18 tahun dikuasai orang lain dianggap telah melepaskan haknya atas tanah tersebut”. Diperkuat dengan Putusan MA No.295K/Sip/1973 yang berbunyi "… mereka yang membiarkannya berlalu sampai tidak kurang dari 20 tahun masa hidupnya Daeng Pettapu tersebut, suatu masa yang cukup lama sehingga mereka dapat dianggap telah meninggalkan haknya yang mungkin ada atas sawah sengketa, sedang Tergugat Pembanding dapat dianggap telah memperoleh hak milik atas sawah sengketa" .