ANALISA HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN
Penulis yang merupakan pengacara berpengalaman di Bali, memandang penting asas dalam pembuktian perkara perceraian di persidangan yaitu asas Actori In Cumbit Probatio yang memiliki pengertian "siapa yang menggugat dialah yang wajib membuktikan", Asas ini diatur dalam Pasal 163 HIR/283 RBg dan Pasal 1863 KUHPerdata.
Alasan perceraian yang terdapat dalam gugatan harus didukung oleh keterangan saksi ataupun bukti yang lain, sebagai contoh alasan perceraian adalah seringnya terjadi pertengkaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang. pelaksanaan UU No 1 tahun 1974. tentang Perkawinan, dimana alasan perceraian tersebut tidak boleh dimaknai hanya sampai sebatas sering terjadi pertengkaran, namun pertengkaran tersebut harus terus menerus dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Baca juga: Contoh memori banding dalam perkara perceraian di bali
Dalam perkara ini misalnya kita ambil contoh penyebab adanya pertengkaran sebagaimana gugatan adalah karena Tergugat (si Istri) menjalin hubungan asmara dengan Pria Idaman Lain (PIL), hal mana menurut jawaban Tergugat dan dikuatkan dengan keterangan saksi menyatakan di depan persidangan bahwa Penggugat hanya salah paham dan terbakar cemburu, Tergugat (istri) meminta maaf dan menyesali keadaan yang terjadi dan menurut keterangan saksi Penggugat (si suami), saksi tidak melihat secara langsung apakah telah terjadi perzinahan sebagaimana diatur dalam KUHP dan Tergugat di persidangan dengan tegas menyatakan keinginan untuk mempertahankan perkawinannya, maka harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga masih terbuka.
Disisi lain yang perlu dianalisa mengenai pertimbangan hakim dalam memutus perceraian adalah apakah Penggugat mampu menyebutkan secara jelas dalam gugatannya sejak kapan dan sudah berapa lama antara Tergugat (Istri) dan Laki-laki lain tersebut menjalin hubungan terlarang (perselingkuhan/perzinahan), demikian pula saksi-saksi yang diajukan oleh Penggugat apakah ada yang mampu menerangkan sudah berapa lama antara Tergugat (Istri) dan Laki-laki lain tersebut menjalin hubungan terlarang (perselingkuhan/perzinahan). Hal mana sebagai contoh Penggugat dalam gugatannya menyebutkan telah terjadi pisah ranjang, maka ada hal yang perlu dicermati adalah Yurisprudensi MA RI No.1354/K/Pdt/2000 tanggal 8 September 2003 yang isinya "Bahwa suami istri yang telah pisah tempat tinggal selama 4 (empat) tahun dan tidak saling memperdulikan , sudah merupakan fakta adanya perselisihan dan pertengkaran sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun dalam rumah tangga, dapat dijadikan alasan untuk mengabulkan gugatan perceraian";
Dapat pula penulis yang merupakan pengacara berpengalaman di Bali mengemukakan mengenai ketentuan Yurisprudensi MA RI No.534/K/Pdt/1996 tanggal 18 Juni yang pada pokoknya mengatur bahwa:
- bahwa dalam perceraian tidak perlu melihat siapa penyebab cekcok atau siapa yang meninggalkan tempat tinggal bersama;
- bahwa bilamana salah satu pihak telah menghendaki untuk berpisah maka perkawinan mereka tidak mungkin dipertahankan lagi; namun tidak otomatis bahwa apabila salah satu pihak menghendaki bercerai maka pasti dan harus dikabulkan, masih banyak hal-hal yang harus dipertimbangkan sebelum suatu gugatan perceraian dikabulkan;
Catatan penting penulis yang merupakan pengacara berpengalaman di Bali adalah adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 1 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2023 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan bagian Rumusan Hukum Kamar Agama disebutkan bahwa : "Dalam upaya mempertahankan suatu perkawinan dan memenuhi prinsip mempersukar perceraian maka perkara perceraian dengan alasan perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus dapat dikabulkan jika terbukti suami/istri berselisih dan bertengkar terus menerus atau telah berpisah tempat tinggal selama minimal 6 (enam) bulan";