ANALISA HUKUM GUGATAN PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI LELANG AKIBAT KREDIT MACET DI BANK
Sebagai Pengacara berpengalaman di Bali, kami kerap menangani perkara perlawanan terhadap eksekusi lelang oleh pihak Bank, sehingga penting kami berbagai mengenai teori hukum perihal permasalahan eksekusi lelang, apakah dapat dilakukan upaya perlawanan ataukah upaya gugatan perdata biasa.
Bilamana dikutip dari M. Yahya Harahap, S.H. dalam buku Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, halaman 314 – 315 tertulis dalam buku tersebut : "Salah satu syarat agar perlawanan dapat dipertimbangkan sebagai alasan untuk menunda eksekusi, harus diajukan sebelum eksekusi dijalankan. Kalau eksekusi sudah dijalankan, tidak ada relevansinya untuk menunda eksekusi. Lagi pula menurut yurisprudensi pun, seperti dalam Putusan MA tanggal 31 Agustus 1977 No. 697 K/Sip/1974, ditegaskan tentang formalitas pengajuan perlawanan terhadap eksekusi harus diajukan sebelum penjualan lelang dijalankan (sebelum eksekusi dijalankan). Kalau eksekusi sudah selesai dijalankan, upaya yang dapat diajukan pihak ketiga untuk membatalkan eksekusi harus melalui gugatan."
Bila penulis sebagai Pengacara berpengalaman di Bali mencoba mengutip Putusan Pengadilan Negeri Surakarta Nomor : 204/Pdt.Plw/2010/PN.Ska tanggal 11 Juli 2011 menyebutkan, "pengajuan perlawanan oleh pihak ketiga (derden verzet) harus dilakukan sebelum executorial (perjanjian lelang) dilaksanakan. Apabila Pelawan hendak mengajukan upaya hukum setelah executorial verkoop dilaksanakan, maka upaya yang harus dilaksanakan adalah mengajukan gugat biasa dan bukan gugat perlawanan".
Penting juga dikaji dari Putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor : 393 K/Sip/1975 tanggal 24 Januari 1980 jo. Putusan Mahkamah Agung R.I. Nomor : 1282 K/Sip/1979 tanggal 15 April 1981 berbunyi : "Oleh karena saat ini objek eksekusi telah beralih hak kepemilikannya kepada Pemenang Lelang yang mana akan dilakukan pengosongan, maka berdasarkan uraian serta bukti-bukti di atas, perlawanan dari Pelawan telah terlambat (tardif)."
Penulis sebagai Pengacara berpengalaman di Bali kerap mendapati problematika yaitu disatu sisi adanya gugatan biasa dan disatu sisi juga diajukan gugatan perlawanan, terhadap peristiwa seperti itu bila mengacu pada M. Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Penerbit Sinar Grafika, halaman 461, menyatakan bahwa "apabila terdapat gugatan yang sama dengan gugatan di pengadilan lainnya, maka terhadap gugatan tersebut dapat diajukan eksepsi litis pendentis, di mana tujuan dari eksepsi litis pendentis tersebut adalah untuk mencegah adanya putusan pengadilan yang saling bertentangan terhadap perkara yang sama".
Hal ini diperkuat juga dengan adanya Doktrin M. Yahya Harahap, S.H. dalam bukunya Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian,dan Putusan Pengadilan, Penerbit Sinar Grafika, halaman 461 yang berbunyi : "Sengketa yang digugat Penggugat, sama dengan perkara yang sedang diperiksa oleh Pengadilan. Disebut juga eksepsi sub-judice yang berarti gugatan yang diajukan masih tergantung (aanhanging) atau masih berlangsung atau sedang berjalan pemeriksaannya di Pengadilan (under judicial consideration)."